Catatan Harian: Hatiku (Ternyata) Bukan Kota yang Diamuk Badai
Seharusnya hari ini, hatiku menjelma kota yang diamuk badai: kecil menggigil, runyam dan lebam.
-- namun mengapa ia menjelma taman rindang yang syahdu, yang tidak takut daunnya gugur menguning, dan percaya tumbuh hijau kembali pada musimnya?
Sekali-kali aku tahu bahwa Engkau saja yang memberi ketenangan bagi hatiku, aku seperti dibasuh oleh air sungai yang jernih dan segar seluruh tubuhku; segar seluruh jiwaku.
Aku bukan Daud; aku tidak punya kecapi dan tidak lihai memetiknya, tapi biarlah setiap hari mataku melahirkan nada-nada; aku kagum memandang segala yang jauh, segala yang tumbuh, dengan penuh rasa cinta yang menggebu-gebu aku ingin seluruh rasa syukurku berlabuh.
Aku kira, hatiku adalah pantai yang hancur diamuk gelombang pasang;
-- namun bersama Engkau, perahu kayu di tengah taufan yang menghadang laut pun menjadi anak - anak kecil yang jatuh pada pelukan ibunya selepas bermain, saat Kau bilang: reda dan tenang.
Reda dan tenang.
Demikian jalan-jalanku tidak lagi muram, sebab cahaya tidak lagi aku miliki dalam obor yang ku genggam atau lampu sorot yang menyala;
-- cahaya itu sudah hidup bersama sorot mataku, bersama seluruh pikirku. Maka setiap aku memandang, aku melihat dengan Cahaya. Maka tak ada lagi tempat yang terlampau gelap.
-sdt.
Komentar
Posting Komentar