Orang gila.
(gambar di atas hanya ilustrasi.)
Gadis itu berlari kecil dengan tampang semerawut. Mata-nya berkaca-kaca. Rambut-nya tergerai panjang tak karuan. Kemeja abu-abu yang kini tak layak dipakai mengikat erat tubuh-nya.
Ia menyusuri taman kecil di sudut keramaian kota. Tempat itu seakan terbiasa didatangi para pelancong. Bahkan setiap Sabtu Malam, tempat itu tak jarang dialih-fungsikan menjadi tempat kencan yang paling menawan.
Gadis itu menghampiri danau kecil di bagian belakang taman. Danau yang gelap, tersudutkan. Bahkan sang bulan -pun enggan menyinari keindahan air-nya. Ia berlutut di tepi danau lantas mengecipak air dengan jari kecil-nya, hingga menimbulkan riak-riak putih, lalu kembali hening meratapi wajah yang kian terpaut di sana. Di dalam keheningan. Di tengah kebisuan segenang air.
"Apa kabar?" ucap-nya lirih.
Namun wajah yang ada di hadap-nya hanya mampu terdiam. Tersenyum pedih.
"Apa kabar?" -ia mengulangi kalimat-nya. Kali ini sedikit memaksa.
Nihil. Tak ada jawaban. Wajah yang bertatapan dengan-nya seakan tersentak.
Tiba-tiba sang gadis itu menangis. Menangisi wajah yang membisu di hadap-nya.
Namun sesaat kemudian ia kembali tertawa, lantas berbincang sambil memutar kembali ingatan-nya beberapa tahun silam.
Ia bercerita tentang kedua orang-tua nya yang telah lama tewas karena sebuah kecelakaan bus.
Ia bercerita tentang kakak-nya yang menghilang entah kemana.
Ia bercerita tentang adik-nya yang keracunan, lalu pergi meninggalkan nya sendirian.
Ia bercerita, bercerita, dan terus bercerita.
Bukan pada bulan, bintang, atau gemericik hujan kecil yang menyirami tubuh-nya.
Ia bercerita sendiri. Tidak. Mungkin berdua.
Ya, berdua.
Bersama pantulan wajah di hadap-nya.
-SanDeb-
Komentar
Posting Komentar