Manusia Kekupu.
.
Wera bermimpi menjadi gadis kekupu. Setiap senja tiba melesat di jendela kamarnya, ia mampu mengepakan sayap mungilnya, menembus lapisan kaca raksasa, lalu menyentuh ruang-ruang semesta. Wera suka berkelana, tak melulu mati kutu menyandarkan punggung letihnya di sofa biru gelap, menghirup aroma pewangi ruangan yang bercampur dengan uap panas dari kran kamar mandi yang agak kendor lalu diam menyaksikan berita yang itu-itu saja.
Ia jenuh merekam realita, bincang-bincang nelangsa, drama orang-orang berdasi, kepal tangan mahasiswa yang tak mendapat arti. Ia ingin menjadi bagian dari dongeng anak-anak, meski bukan menjelma tuan puteri atau pangeran berkuda. Meski ia hanya menjelma jam dinding yang berdenting tepat pukul dua belas malam, labu tua yang disulap jadi kereta, atau apel merah beracun yang dibawa perempuan jahat dalam wujud nenek renta berjubah gelap.
Namun keinginan terbesarnya tetaplah menjadi gadis kekupu. Ia benci terpenjara dalam rumah yang dipenuhi udara beku dari mesin pendingin, membuat kulit mulusnya cepat menua. Ruang seribu-tiga-nol-empat, di lantai dua-puluh-dua, yang ruang seisinya tak bersekat, mengkilap, menampilkan tubuh dan wajah sendunya dimana-mana, terpantul dari etalase kaca dan aluminium mahal.
Wera ingin memoles bedak merata ke seluruh bagian wajahnya: dahi, lingkar mata, turun ke pipi dan hidung mancungnya, lalu memoles gincu merah darah di lekuk bibir mungilnya. Ia ingin mengenakan gaun panjang dan menyisir rambut panjangnya. Ia ingin tampil cantik lalu mengepakan sayap.
Menjadi manusia kekupu.
Manusia kupu-kupu.
Ia lebih suka mengejanya lewat kata ke-ku-pu.
Sekali saja, ia benci mengeja dirinya dua kali. Ia ingin menjadi manusia kekupu, meski sama artinya dengan manusia kupu-kupu.
Tapi sayang, dibalik gaun indah dan wajah cantiknya malam ini,
Wera hanyalah seorang lelaki biasa.
.sdt
Komentar
Posting Komentar