Aku baru tahu, ternyata secepat itu....-

Aku baru tahu, ternyata secepat itu.

Aku baru tahu, ternyata secepat itu engkau membungkus habis segala sesuatu yang engkau benci; termasuk hal-hal yang dulu sempat memukul pelan pundak-mu. Ternyata secepat itu, ya? Apakah melupakan merupakan sesuatu yang mudah dan biasa? Tak ada istimewa-nya?

Secepat itu engkau menepis lengan-lengan lembut yang seringkali merengkuh kuat tubuh-mu, bahkan menyangga kedua belah lutut-mu ketika engkau hampir jatuh dan mati seketika. Secepat itu engkau menghapus jari-jari kecil yang tulus menghapus tetes air mata yang selalu punya beribu alasan untuk bisa mendarat asal di pori-pori kecil pipimu. Secepat itu engkau menelan sebuah nama yang dulu sempat mewarnai lembar putih abu-abu. Secepat itu engkau menginjak kasar cahya terang yang dulu sempat mengusir rasa asing di rongga telinga-mu.

Fiuhh.

Kisah ini berbeda. Aku sendiri hanya pengamat jauh; tidak punya celah sedikitpun untuk mengubah cerita yang hendak engkau mainkan. Ini adalah cerita, bukan? Ketika dua puluh satu tahun engkau setia mendiami jendela kaca rumah-mu, tanpa siapa-siapa. Tapi kini lengan cantik, padat, dan kuat membanting keras jendelamu, hingga atap-atap merah di atasnya saling berdeham-deham. Dan engkau terangkat, tanpa kepastian.

Begitulah.

Setiap malam, aku tidak peduli bintang ada atau tidak, aku tetap melukis wajah-mu pelan. Sekalipun banyak penyiratan yang tidak aku pahami, sama sekali. Bulan mengecilkan tubuh-nya; dan aku ambil, untuk dijadikan sebagai mata-mu. Mata kanan-mu. Tapi hanya satu, seperti yang engkau tahu. Bulan hanya satu, tapi aku janji, aku akan membuat satu yang sama untuk mata kirimu, sekalipun malam-malam berikutnya akan memusuhi kita; aku dan lukisan-mu.

Ya, lagi-lagi begitu. 

Aku tidak ingin membakar lukisan ini begitu saja, melepas guratan wajah pada sebatang korek api; korek dan api. Aku tidak mau cerita ini berakhir sia-sia. Aku perlu sesuatu untuk menyelesaikannya, tanpa bicara; tanpa waktu lama, atau bahkan tanpa waktu sama sekali. Karena satu detik saja engkau menoleh ke arah jarum jam, saat itu pula engkau merasa seperti dikejar-kejar pembawa berita duka.


Aku baru tahu, ternyata secepat itu.
Atau mungkin, engkau...  yang berlari mendahului waktu.



.sandeb-


Komentar

Postingan Populer