-|-|-|-

semesta yang kita pinjam tanahnya, tuan, menguapkan aroma segar soal kabar yang mati menggelepar. tuan, kabar ini mendarat bukan di halaman depan koran-koran, melainkan di lantai dasar sebuah apartmen usang, meminjam pertemuan dua pasang mata; antara lelaki yang mabuk sunyi dan wanita yang menimang sepi di dada nya.

semesta yang kita pinjam dindingnya, tuan, mengabari perubahan; tentang seekor kupu-kupu yang tak lagi sembunyi, memasung ganjil di rusuk-rusuknya. ia bersuara lewat bahasa yang diciptakan semesta. ia tunduk untuk hari ini saja. memecah paradoks-paradoks liar di kepala dan menelannya bagai udara. menyesapnya bagai napas yang dinanti-nantikan.

lalu berikutnya, dalam jarak yang diliputi kegundahan, keresahan, namun menggetarkan euforia di tiap senti kulitnya, di kota nun jauh yang lengan-lengan nya menggenggam tanda tanya, ada langit yang gemar mencipta cahaya; guntur yang membentur rasa-rasa aneh, lalu disulap menjadi luka yang memar.

satu-satunya yang tetap sama ialah pelangi, tuan.

tuan, demikian semesta yang kita pinjam segala, hari ini saya mampu merogoh sunyi, meminjam dua ribu kata-kata, menaklukan satu pembungkaman pesta. aksi yang selama ini dikubur dalam-dalam. saya tak lagi merasa hidup. saya mati, tuan. kemarin hingga hari ini ada saya yang mati. saya sungguh mati sejak setahun yang lalu, bukan? tapi setidaknya hari ini, masih dari semesta yang setia dipinjami, saya mampu mencuri ramai yang ditawari manusia-manusia baru. manusia yang lekas membawa saya pada dimensi bahwa ramai seolah-olah memegang pola non-antagonis.

salam.


.sandeb-

Komentar

Postingan Populer