manusia satu yang (gigih) mengejar dua

ia yang ku kenal bukan lengang yang kekal
ia tiada lekas bergegas dan genap melepas:
sunyi dalam geraknya,
hening dalam geriknya

ia yang ku kenal bukan gumam asa, lintas terka pula sapa
yang ku jumpa di sudut jalan
yang ku tinggal di tepi luka
danau yang riuh oleh riak nelangsa kita

ia duduk di sampingku di halte tua, kadang jua di stasiun remang
menyebut namaku pelan-pelan
meniti satu-satu
suaranya kini pekat dan panjang
bagai deru kereta api di kepalaku yang hendak berangkat tanpa kecup dan dekap

aku lupa bagaimana waktu mengepakkan sayapnya
menghalau arah dan luasnya dimensi kita
tiada tanda dalam ranah ini
sebab sepasang mata yang ku genggam sorotnya telah berubah menjadi kompas
sehingga seluruhnya tampak sama
senada, setara, serupa
langkah kita menjadi pengacau rambu untuk takluk
sebab jalan kita bukan ke kanan dan ke kiri

yang kita tau hanya laju
jalan kita melaju

aku manusia gagah yang gigih mengejar dua
namun ia tetap tunggal
ia tetap fana dalam lagu
dalam kisah yang lugu
yang selalu bicara tentang kita, tentang satu yang melulu itu.

Komentar

Postingan Populer