Kepulangan Gi

Untuk kawanku, Gili.

Kau tahu arus yang mengalir tenang, kadang pula kencang dalam degup yang cukup keras lewat sungai kecil berbatu di pegunungan, lewat sawah-sawah kering, lewat resapan tanah di hutan-hutan dan lahan dekat pepohonan?

Sebagian kecil diri kita kelak mencapai satu muara, Gi : yang membuka peluknya lebar-lebar bagi sebuah kepulangan, yang menamatkan segala kenal yang kekal. Arus kita sendiri-sendiri, berenang dalam ranah yang bebas dan lepas. Sebuah kepulangan tak pernah berdusta, ia selalu mengikis setiap temu yang sempat terpahat. Ia akan merdeka bagi dirinya sendiri. Tiada yang lebih bahagia dari rasa habis, binasa, dan 'biasa saja' ketika kita terlepas dari amukkan gelora yang kita pikir membelenggu kita. Kita tidak sebodoh itu. Tidak sekerdil itu. Tidak se-pasif itu. Kitalah ekspresionisme, bukan perahu karam. Kita ombak yang menerjang. Kita realis dalam keabstrakkan kita. Kitalah penjajah bagi ketidakmungkinan kita sendiri.

Tak ada yang lebih megah dari sebuah kepulangan, pula deham gagah kereta api hingga ayuhan kokoh becak tua di seberang rel; aku selalu ingin menamatkan kepulangan itu lewat pembunuhan: mematikan setiap klise dan ejaan masa lalu, membungkusnya rapi bagai sebuah kejutan, Gi.

Gili, pada akhirnya nanti jangan takut pada siklus kehidupan; kebisingan dan keasingan yang bertahta di antara kita. Kata tak semahal namun pula tak sehina yang kita terka. Sudah cukup ia menginterpretasikan banyak makna, biarlah ia yang kini duduk di kursi goyang dengan lensa bening dan tongkat kayu di sebelahnya.

Gili, aku sudah lebih dulu mati dan mungkin engkau juga; tapi kali ini engkau resmi abadi dalam kejenuhan paragraf yang tak lagi dini.

Gili, jangan takut esensi dari kata pisah, sebab ialah satu-satunya si penyeimbang temu. Membuat pertemuan menjadi titik yang amat rasional. Temu dulu. Temu yang tak mungkin bertamu. Ia hanya punya kadaluarsa waktu.

Gili, engkau bukan komoditi.
Sekali lagi, bukan komoditi.
Jangan bodoh menangisi lelaki itu berkali-kali!

Matikan ia semudah memutus saklar lampu, atau
Menangkap kunang-kunang dalam plastik dan membiarkan lelaki itu mati dalam cahayanya sendiri.

Yang kau lakukan sederhana, Gi
Tegaskan padanya bahwa kau deru ombak, dan ia karang kecil yang perlu diselamatkan.

Kikis terus dia.
Terus hingga tergerus.
Terus hingga luruh,

sampai mati,
sampai hati.

Dari kawanmu (dulu),
Sdt
.

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer