ingatan yang lupa diri


Aku hampir saja jatuh pada pusaran kecil di atas kepala dua manusia yang saling bercakap dini hari: menikmati kata-kata dan sepi sekaligus, membangun dimensi kecil dari bubuhan asap rokok dan kopi panas yang melayang-layang, lebih mabuk dari para peminum di warung tua yang buka dua puluh lima jam; mencuri satu jam dari batas tenggat hari hanya untuk bergurau tentang asa dan nelangsa yang tiada beda.

Aku hampir saja menjelma bagai pagi yang amat tolol ingin memeluk petang, bagai anjing yang geram ingin menelan ekor sendiri, bagai kijang yang lari tergesa memburu matahari.

Aku ingin bercerita tentang hari, kata-kata, dan hal-hal bodoh lain.

Aku ingin tenggelam dalam sepasang mata yang arusnya kacau: selalu sibuk menggulung arah angin, buas dan ganas, liar dan sigap menelan siapa saja yang menorehkan riak atau berkaca pada beningnya.

Aku ingin pintar dan tak melulu bodoh bagai jejak-jejak kaki yang pasrah digerus ombak. Semakin menyerah saat deru gagah biru mulai memekik tinggi menaungi semesta yang tiada kecil dan kerdil.

Aku ingin meminjam kata-kata dan menyewakannya begitu saja, agar ia berlipat ganda saat manusia-manusia pikun itu lupa mengembalikan kata-kata, yang diselipkannya dibawah bantal tidur atau kelopak bunga saat menggoda kaum-kaum gila yang kian dimabuk asmara.

Aku ingin terus mengundang kata dan hari dalam lubang ingatanku yang menganga sedari tadi,

menjadi gila dan mabuk sendiri

hingga lupa bahwa aku tak cukup siaga membiarkanmu masuk kembali, tanpa sepatah kata permisi.

.sdt-

Komentar

Postingan Populer