Paradigma Tentang Kata dan Keramaian

Semua manusia bicara lewat kata-kata kepadaku. Mereka langit yang melesatkan hujan pada tanah-tanah kering, buku yang memberi harum magis tua pada rak dan seisinya, asap rokok yang menjelma sensasi lewat kepulan putih di sela percakapan beranda. Mereka bermain lewat kata-kata dan ikut meramaikan keramaian, menjadi musuh pada sunyi dan kesendirian. Mereka memberi jeda kepadaku untuk memungut huruf-huruf itu dan meletakannya pada satu halaman kosong sebagai tanda siaga, atau pula mantra yang dirapal bagai kitab sakti. Aku perlahan-lahan berenang dalam lautan kata-kata yang kelugasannya bagai ombak ganas. Aku berharap tidak ditemukan sekalipun tenggelam, biar kabar tentangku hanya sebatas sinonim yang sepaham atau antonim yang menggegerkan kesepahaman mereka. Aku amat lelah dengan kata-kata, mereka banyak sekali bagai kupu-kupu di taman bunga. Mereka licik bagai udara yang mudah kutemui dimana-mana. Mereka egois bagai daun yang diam-diam melenyapkan embun sebelum fajar menyongsong. Mereka--kumpulan kata itu--aku sedang mengambil jarak dengan kata-kata sekalipun aku menuliskannya pula dengan susunan huruf yang dibatasi titik. Titik seperti polisi tidur dan aku lupa menajamkan pertahananku. Aku jatuh, terseret, terjungkal tak karuan. Tak ada yang lebih baik di sini, mereka yang beramai-ramai dalam kesendirian, atau aku yang sendiri dalam keramaian.


.sdt-

Komentar

Postingan Populer