;

Kala itu, desah riang hujan menjelma kelabu di pantulan matamu yang sendu. Aku menimang kata-kata, mendekapnya terlalu siaga. Tanda baca hanya reka yang tersisa, tertawa dalam bisu dua manusia yang melupa kita.

Rahasiamu ialah danau yang tenang dan asing, aku pernah menjelma jari-jari yang ringan memberi getar pada heningmu, atau kaki anak-anak yang menorehkan riak kecil tanpa tahu bagaimana rasanya mati ditelan kedalamanmu.

Aku ingin menghayatimu selalu, sampai habis, sampai tiada makna yang mampu mendekapmu selain curigaku, sampai puisi tak lagi mampu memeluk diksi, sampai cinta lupa bahwa untuk menjadikannya benar-benar ada, ia tak butuh kata kita.

Kalau engkau suara kereta yang lenyap diujung jalan, maka aku hanya mampu mencintaimu sebatas kayuhan sepeda tua yang padam lampunya. Ada senja yang kau kejar di tempat lain, lalu kau lupa kalau matahari telah lama bersemayam di dalam tubuhku, berkali-kali ia nyeri membunuh sinarnya sendiri.

.sdt-

Komentar

Postingan Populer