be-r-sama
.
Berjalan bersamamu membuatku percaya,
bahwa kelabu tak melulu soal sendu
ia syahdu yang mampu menjelma lagu
mendekapku dalam dimensi yang selalu
bergurau menerka dialog paruh waktu
engkau akasia yang gugur di musim yang selalu lupa
bagaimana caranya ringan rebah jatuh tanpa bicara
dan aku dandelion yang menolak abadi
digugurkan angin, dihanyutkan dingin
mata kecilmu adalah angkasa yang membumi
dan keinginanku untuk memelukmu adalah raksasa dalam tubuh kurcaci
genggaman tanganmu adalah api di malam-malam persami
merekatkan, menghangatkan
ketika kepala kita adalah langit
dan kaki kita ialah tanah berbukit
auramu serupa kanvas putih yang menagih warna
untuk dibubuhkan; untuk ditorehkan
ada rahasia dibalik kelugasanmu
bagai awan yang lihai menyamarkan biru
aku pernah berenang sampai lelah sendiri
mencari-cari batas garis laut yang kerap membuatku kalut
dan engkau pernah berlari, melompat, terbang sampai letih sendiri
mencari ke langit dimana akhir dari kata tinggi
kita terlalu sibuk, mabuk fatamorgana
sampai lupa hati kita terpaut cukup lama
dalam garis takdir yang membimbing kita tanpa getir
bersabar menghadapi dua manusia yang payah
menerka tangan Tuhan membawa hati yang terarah
aku tahu kita bukanlah mayor seirama
aku tetap tahu caranya berdiri tanpamu
demikian pula engkau tetaplah hidup tanpa adanya aku
namun engkaulah api bagi tubuh lilinku yang bersiap lenyap mencipta cahaya
dan aku ruang kosong dalam petik gitarmu yang sering terlupa mencipta nada
namun tetaplah kita abadi menjelma apa saja
ada atau tak ada
sebab keadaan bukanlah ketakutan
dan ketiadaan selamanya menjelma secercah harapan
----------
untuk R,
yang selalu ada dengan caranya.
Mungkin keberadaanku, kesabaranku, kemampuanku,
adalah ketidakmungkinan yang terbatas ruang dan waktu
Namun aku percaya
sejak semula doa adalah lentera
bagi Dia untuk menyatukan kita.
Tuhan mengasihimu, Tuhan menjagamu
Tuhan menyertai kita selalu.
Amin.
.sdt-
Berjalan bersamamu membuatku percaya,
bahwa kelabu tak melulu soal sendu
ia syahdu yang mampu menjelma lagu
mendekapku dalam dimensi yang selalu
bergurau menerka dialog paruh waktu
engkau akasia yang gugur di musim yang selalu lupa
bagaimana caranya ringan rebah jatuh tanpa bicara
dan aku dandelion yang menolak abadi
digugurkan angin, dihanyutkan dingin
mata kecilmu adalah angkasa yang membumi
dan keinginanku untuk memelukmu adalah raksasa dalam tubuh kurcaci
genggaman tanganmu adalah api di malam-malam persami
merekatkan, menghangatkan
ketika kepala kita adalah langit
dan kaki kita ialah tanah berbukit
auramu serupa kanvas putih yang menagih warna
untuk dibubuhkan; untuk ditorehkan
ada rahasia dibalik kelugasanmu
bagai awan yang lihai menyamarkan biru
aku pernah berenang sampai lelah sendiri
mencari-cari batas garis laut yang kerap membuatku kalut
dan engkau pernah berlari, melompat, terbang sampai letih sendiri
mencari ke langit dimana akhir dari kata tinggi
kita terlalu sibuk, mabuk fatamorgana
sampai lupa hati kita terpaut cukup lama
dalam garis takdir yang membimbing kita tanpa getir
bersabar menghadapi dua manusia yang payah
menerka tangan Tuhan membawa hati yang terarah
aku tahu kita bukanlah mayor seirama
aku tetap tahu caranya berdiri tanpamu
demikian pula engkau tetaplah hidup tanpa adanya aku
namun engkaulah api bagi tubuh lilinku yang bersiap lenyap mencipta cahaya
dan aku ruang kosong dalam petik gitarmu yang sering terlupa mencipta nada
namun tetaplah kita abadi menjelma apa saja
ada atau tak ada
sebab keadaan bukanlah ketakutan
dan ketiadaan selamanya menjelma secercah harapan
----------
untuk R,
yang selalu ada dengan caranya.
Mungkin keberadaanku, kesabaranku, kemampuanku,
adalah ketidakmungkinan yang terbatas ruang dan waktu
Namun aku percaya
sejak semula doa adalah lentera
bagi Dia untuk menyatukan kita.
Tuhan mengasihimu, Tuhan menjagamu
Tuhan menyertai kita selalu.
Amin.
.sdt-
Komentar
Posting Komentar