Kota yang Mencari (dan Mencuri) Punggung



1.

Malam ini aku mencari punggung pada meja kerja yang lara; lampu belajar yang nanar dan menyala tanpa pendar. Suara ketikkan panjang telah menjarah ingatan tentang kasur dan tidur. Tubuhku kehilangan punggung; seribu kunang-kunang menjilat cahyanya sendiri di jendela kamar yang sepi. Dinding-dinding tanpa pigura adalah tubuh yang selalu pagi: cerah dan menolak rebah. Aku berguling, kehilangan arah.

2.

Aku ingin meminjam punggung untuk melahirkan dengkur. Kaki jenjangku telah menjelma tiang-tiang kota yang gagah sekaligus payah. Tapi kepalaku adalah lintasan balap lari yang sunyi dari suara tapak kaki. Jantungku mendegupkan suara anjing yang menggonggong pada lorong-lorong, suara roda-roda sepeda yang berlomba dengan tikus dewasa: berdecit dan mencicit. Aku ingin pulang dari laci-laci meja kerja, mencari punggung yang memeluk tubuhku sendiri.

3.

Aku mencari punggung dari halaman yang menagih dua ribu kata, atau lukisan yang membunuh warnanya sendiri. Punggung telah dicuri dari waktu-waktu luang seorang pekerja, kemeja lecak tukang becak di persimpangan jalan, dan tabuh musik lampu-lampu yang merayakan marah lewat merah. Punggung adalah kealpaan bagi letih yang terlanjur mendidih, membakar nadi dan sendi dari orang-orang yang menulis surat izin kepada pulang.

4.

Aku ingin mencari punggung, melukis punggung, atau mencuri punggung. Aku ingin mendengar nina bobo diantara tanggal-tanggal yang memenggal cuti. Aku ingin lepas dari jerat malam dan pagi yang mencipta komoditi. Aku ingin memangkas sekat-sekat jalan yang menjauhkan aku dari pagar halaman. Aku ingin melekatkan dekap pada wajah anak-anak yang menunggu ibu pulang sampai terlelap.

5.

Aku tidak merindukan punggung siapapun, sebab seluruh manusia di kota ini menginginkan punggungnya sendiri. Aku ingin punggung dan terlelap sampai ngorok, tapi di tubuhku telah tumbuh ingatan-ingatan hak asasi yang menjelma borok.

6.

Malam ini aku mencari punggung pada meja kerja yang lara; lampu belajar yang nanar dan menyala tanpa pendar. Suara ketikkan panjang telah menjarah ingatan tentang kasur dan tidur. Tubuhku kehilangan punggung. Ada waktu-waktu yang berkhianat menggantungkan punggung di gedung-gedung.

Pula memajang punggung,
-- dengan harga melambung.




.sdt


Aku dedikasikan untuk para pekerja yang tiada mati digerus tanggal-tanggal yang alpa cuti.
Semoga teman-teman tetap sehat ya.

Komentar

Postingan Populer