Tentang Pesisir dan Ombak Milik Seorang Teman

Aku melihat laut hidup di mata seorang teman
Sepanjang tubuhnya adalah sungai-sungai kecil yang pada akhirnya bermuara pada sorot matanya.
Kadang-kadang ombaknya begitu besar;
Mampu menggulung dan membentur;
Mampu melebur dan mendebur;
Mendebur karang,
Menyentuh ruang-ruang,
Yang semakin gila
Membuat siapa saja takluk dan tak lagi takut
Untuk tertawa pada komedi yang dimainkan diri sendiri
Aku menyanyikan lagu-lagu sumbang seorang diri ketika laut itu menjadi surut airnya,
Ia menjelma nyanyian sepi yang mendiami hari-hari.

Aku hanya sanggup berdiri di pesisir
Menghela sebanyak-banyaknya udara saat ombak itu mendekat dan menyisir
Tapi lagi-lagi tak banyak yang bisa terjadi pada pergantian hari,
Sebagaimana batas langit dan laut tak pernah tampak dan selalu menjelma fatamorgana
Tapi aku masih disini, menyaksikan ombak itu menderu di mata temanku
Pada mata kirinya tak ada perahu,
Pada mata kanannya tak ada sorot lampu dari mercusuar yang tinggi itu.

Sekalipun ombaknya menjadi-jadi atau surut sewaktu-waktu
Mendengar debur dan riuhnya saja,
Sudah lebih dari cukup.
Sudah lebih dari hidup.


Jakarta, 26 November 2022.

Komentar

Postingan Populer